Sabtu, 13 Februari 2016

Mutiara di antara Batik Giriloyo

Fenomena batik di Indonesia, dalam hal ini di kota besar  membuat saya (Mutiara Batik Giriloyo) menyadari isu gaya hidup yang lebih homogen. Oleh karena itu, ketika mengikuti pagelaran batik dan Fashion Nation untuk mengisi segmen pergelaran bertema batik di Keraton Yogyakarta beberapa bulan terahir kemudian timbul  gagasan dengan bertolak dari pergulatan pikiran mengenai indahnya kemajemukan budaya masyarakat dunia. Saya merasa dunia semakin terbentuk homogen dan menyempit dalam hal selera gaya hidup. Orang-orang di kota-kota besar dunia minum kopi yang sama seperti Starbucks, rumah mereka dihiasi perabot yang "waouw", mereka mengenakan busana keluaran butik yang sama, dan seterusnya. Wajah gaya hidup modern kian membosankan. Keberagaman budaya tradisional semakin jauh dari generasi muda dan kehilangan nilai-nilainya. Wajah gaya hidup demikian tak terlepas dari kekuatan sistem ekonomi kapitalisme yang memengaruhi alam pikir manusia modern dalam membentuk selera massal dan homogen. Oleh karena itu, dalam saya berproduksi tetap mengemban semangat untuk menoleh kembali pada kekayaan budaya tradisional di negeri mana pun, yang sebenarnya merupakan kekayaan tak ternilai yang patut dihidupi. Oleh karenanya ini juga merupakan salah satu cara yang saya pilih untuk menghidupi warisan kekayaan itu dalam perspektif yang terlepas dari bingkai-bingkai lama dan pakem. Produk Mutiara Batik Giriloyo ini adalah interpretasi personal saya terhadap keindahan batik. Perspektif dari saya sebagai orang "ndeso", dari negeri Ibu Pertiwi yang hanyut dengan keindahan motif dan warna-warni batik dan ingin menjadikan Mutiara Batik Giriloyo sebagai kekuatan dan kewibawaan budaya bangsa..

2 komentar: